Judul : Warrior Baek Dong Soo |
Episode 8
Chun memberitahu Gwang Taek kalau sangat memalukan bahwa orang yang ditemui oleh Gwang Taek pertama kali adalah In. Gwang Taek menyahut bahwa sungguh memalukan In bertemu dengannya, karena sekarang In kehilangan sebelah tangannya. Gwang Taek tersenyum simpul dan bertanya-tanya apakah nanti hasilnya akan sama jika saja orang itu bukan In tetapi Chun. Gwang Taek mengatakan, “Kita coba kapan saja” dan Chun segera menghunus pedangnya, hanya mendapatkan serangannya telah ditangkis oleh Gwang Taek dengan pedangnya. Chun menarik kembali pedangnya dan mereka melanjutkan percakapan mereka.
Chun memberitahu Gwang Taek bahwa Gwang Taek masih menjadi Ahli Pedang Nomer Satu, bahkan hanya dengan satu tangan. Gwang Taek menyahut karena Chun masih saja hidup, sangat sulit menentukan siapa yang lebih baik di antara mereka. Chun berterimakasih atas pujiannya itu, tapi kemudian memberitahunya bahwa masih ada tempat kosong di Balai Utama Hoksa Chorong untuk pedangnya Gwang Taek.
Sementara itu, Dong Soo telah mengikuti rombongan Pangeran dan penguntitnya ke Kuil. Dia sangat terkejut saat melihat Ji Sun mempersilahkan Pangeran masuk ke dalam kamarnya.
Kembali ke kediaman Sa Mo, Chun menyelesaikan minumnya dan bangkit untuk segera pergi. Gwang Taek berujar bahwa Chun kelihatannya telah menjadi seorang yang banyak bicara di usia tuanya sekarang, Chun tertawa dan meminta Gwang Taek untuk mengirinya keluar. Sa Mo, di lain pihak, tidak senang melihat Chun dengan seenaknya datang dan pergi. Dia bertanya pada Gwang Taek mengapa ia membiarkan musuh mereka pergi begitu saja dengan bebas, apakah ia takut? Gwang Taek memberitahunya untuk tidak membicarakan hal ini.
Ketika Chun pergi, tak sengaja, ia berpapasan dengan Dong Soo dan dengan diam-diam sengaja mencemoohnya sedikit, Dong Soo melihatnya dengan pandangan terkejut ketika Chun berjalan pergi.
Di kota, Jin Ju tak sengaja melihat Un dan menguntinya karena perasaan ingin tahu. Dia kemudian melihat Un menemui Chun dan berlutut di hadapannya, tapi tidak dapat mendengar apa yang sedang mereka percakapkan.
Un bertanya pada Chun siapa yang telah membunuh ayahnya. Chun bertanya mengapa itu menjadi masalah? Un menyahut kalau ia memang membenci ayahnya cukup untuk membunuhnya, tapi tetap saja ia adalah ayahnya. Dia mengulangi apa yang pernah Chun katakan padanya, bahwa orang itu adalah seseorang yang tak dapat dijangkau, lebih tinggi daripada langit. Dia bertanya apakah orang itu adalah Pangeran Mahkota? Chun tertawa dan menyetujuinya. Un bertanya mengapa Pangeran membunuh ayahnya. Chun menjawab, dengan sederhana, bahwa ayahnya telah kehilangan kegunaannya. Un mengatakan kalau dirinya meragukan Pangeran Mahkota akan melakukan hal semacam itu dengan tangannya sendiri, jadi siapa yang sebenarnya melakukan itu? Apakah Gwang Taek, sang Ahli Pedang? Chun tertawa lagi dan bertanya apa yang Un rencanakan jika memang itu kejadian sebenarnya? Chun menggelengkan kepalanya dan pergi, meninggalkan Un dengan prasangka mendalam bahwa kemungkinan besar memang Gwang Taeklah pelakunya.
Saat Pangeran Mahkota meninggalkan kuil, dia mendapatkan firasat buruk telah dikuntit, jadi ia meninggalkan seorang pengawal di belakang. Meskipun pengawal itu dapat merasakan kalau memang ada seseorang yang bersembunyi, penguntinya, yaitu si pengawal pribadi Tuan Hong, terlalu ahli untuk tertangkap basah oleh mereka.
Dong Soo kembali pulang, dan mendengar kalau Gwang Taek ada di sana. Cho Rip sangat senang untuk memberitahukan padanya bahwa pria tua yang mereka temui saat penyergapan bandit tempo hari adalah Gwang Taek. Jin Ju kemudian datang dengan sebotol anggur untuk dibagikan. Sementara Dong Soo sangat senang melihatnya, Cho Rip mengenalinya sebagai si bandit perempuan. Jin Ju kemudian bertanya kemana perginya si tampan … Dong Soo berpikir: “Orang yang tampan? Ehmmm … ? Itu pasti aku?” Tapi Cho Rip mengerti, “Un?” Dong Soo bertanya-tanya apakah dia tertarik dengan Un, sementara itu Jin Ju sendiri mengingat kembali saat mereka masih remaja dan berusaha mengenali siapa Un itu.
Un kembali tapi mengindari pesta minum-minum dan sebaliknya berhadapan dengan Gwang Taek dan Sa Mo. Sa Mo kemudian pergi untuk mencari Dong Soo, dan meninggalkan Un dan Gwang Taek berdua saja.
Gwang Taek bertanya apakah Un adalah anak dari teman mereka, Cho Sang. Un menaikkan sedikit sebagai jawabah bahwa itu memang dirinya. Gwang Taek bertanya padanya mengapa Un memiliki pandangan seorang pembunuh di matanya. Dia bertanya pada Un jika Un ada sesuatu yang ingin ia katakan pada Gwang Taek. Un berpikir pada dirinya sendiri bahwa ia cukup dekat sehingga dapat saja membunuh Gwang Taek dalam beberapa langkah lagi. Gwang Taek menaruh tangannya di bahu Un dan memberitahunya bahwa insting pembunuhnya sangat kuat. Dia kemudian dengan penuh sayang menepuk bahu Un dan meninggalkannya. Un yang tertinggal merasa tersiksa dengan kata-kata dari Chun sebelumnya.
Dong Soo dan Cho Rip jatuh tertidur, tapi Jin Ju mengawasi keduanya, mengingat bagaimana ia telah melamar Dong Soo ketika mereka masih kecil. Sa Mo datang dan Jin Ju memperkenalkan dirinya sendiri. Sa Mo mengingat Jin Ju sebagai gadis yang terus mengikuti Dong Soo kemanapun ia pergi, sebuah deskripsi yang membuatnya sedikit sakit hati. Jin Ju segera pergi ketika Sa Mo mengomeli Dong Soo dan Cho Rip karena telah mabuk. Gwang Taek sampai dan mengenali Dong Soo. Gwang Taek meminta maaf karena tidak mengenalinya, karen asekarang ketika Gwang Taek mengamatinya lebih dekat, Dong Soo sangat mirip dengan ayahnya. Gwang Taek berterima kasih pada Dong Soo karena masih hidup, dan segera membawanya masuk.
Pagi hari berikutnya, Gwang Taek mengunjungi makam Yeo Cho Sang dengan Un menguntitnya. Gwang Taek bertanya bagaimana bisa Cho Sang pergi lebih dahulu, yang didengar oleh Un, membuatnya sangat bingun, karena jelas ini bukanlah cara seseorang memperlakukan makam dari seseorang yang telah dibunuhnya. Gwang Taek mengatakan bahwa Un akan mengurus Chosang, dan Cho Sang seharunya bisa beristirahat dengan tenang.
Kembali ke Istana, pengawal yang ditugaskan untuk memeriksa penguntit melapor pada Pangeran Mahkota bahwa seorang pembunuh telah bersembunyi di sekitar kuil tapi kemudian pergi. Pangeran memutuskan bahwa meninggalkan Ji Sun sendirian di kuil sangatlah berbahaya, dan bersama dengan Komandan Im memutuskan kalau inilah saatnya untuk para pemuda Sa Mo memasuki pasukan pengawal kerajaan. Sementara itu pengawal pribadi Tuan Hong melapor ke majikannya bahwa Pangeran telah mengunjungi Ji Sun di Kuil. Tuan Hong segera memerintahakan anakbuahnya untuk memeriksa latar belakang dari Ji Sun.
Dong Soo berhasil memaksa Cho Rip dan Un untuk kembali ke kuil malam itu untuk membantu Ji Sun. Cho Rip memberitahunya bahwa itu bukanlah urusan mereka, dan menyebut Dong Soo sinting. Dong Soo meminta mereka untuk menunggu tanda darinya, dan mengatakan pada Un bahwa jika tak terpaksa tak usah menyusulnya … Un tak dapat memutuskan apakah ia harus tertawa atau tidak, tapi Cho Rip menyimpulkan situasi ini bahwa maksud Dong Soo adalah menginginkan mereka untuk tetap berjaga-jaga, dan bergumam bahwa mereka
Pangeran Mahkota mengunjugi Ji Sun di kuil. Dia menjawab pertanyaan Ji Sun sebelumnya, jika memang harus memilih, apakah ia akan menyelamatkan Ji Sun atau Rencana? Pangeran memilih akan menyelamatkan Ji Sun. Dia mulai akan menerangkan alasannya, tapi Ji Sun memotongnya, mengatakan kalau itulah jawaban yang ia inginkan.
Ji Sun berbalik dan melepaskan hanboknya kemudian menunjukkan tato di punggungnya, yang membuat Pangeran sedikit ngeri dan menundukkan kepalanya. Ji Sun mengatakan bahwa takdirnya sejak dilahirkan adalah menjadi milik Pangeran, dan saat Pangeran berusaha mencoba untuk mundur dari situasi ini, mengatakan kalau Ji Sun tidak perlu melakukan ini kendatipun sudah ada perjanjian di antara keluarga mereka, ia kemudian mengangkat kepalanya dan melihat tato di pungung Ji Sun, akhirnya menyadari maksud dari Ji Sun. Dong Soo bertanya dalam keterkejutannya apa ini, dan Ji Sun mengkonfirmasikan bahwa tato di punggungnya adalah sebuah peta, dalam kenyatannya, adalah Rencana itu. Dia memberitahu mengenai ide ayahnya yang membakar buku setelah sebelumnya menatonya di tubuh Ji Sun, dan sejak saat itulah, Ji Sun telah menjadi Rencana itu sendiri.
Pangeran mengawasinya dengan iba, mengatakan bahwa sejak waktu itu Ji Sun telah berada dalam situasi yang sama yang ia alami, tak dapat mengubah takdir yang telah ditentukan bagi mereka.
Pada waktu itu, Dong Soo menuju ke kuil dan melihat bayangan dari Ji Sun dan Pangeran, ketika Pangeran sedang membantu Ji Sun memakai hanboknya kembali. Pikiran Dong Soo segera saja pecah berserakan. Dia terpergok oleh kedua pengawal dan segera dibawa masuk ke ruangan Ji Sun, membuat Pangeran dan Ji Sun tertegun. Para pengawal berbicara dengan Pangeran dan kemudian ia dibawa pergi keluar dari ruangan itu.
Dong Soo bertanya apa sebenarnya yang pria ini lakukan dengan memasuki kamar seorang biarawati pada malam seperti ini. Para pengawal bertanya jika Dong Soo benar-benar ingin mati, tapi Pangeran menyuruh para pengawalnya untuk berhenti. Dia sendiri yang meminta Dong Soo untuk pergi dengan tenang, tapi Dong Soo menolaknya. Dia berbalik dan menujuk ke arah Un dan Cho Rip, bantuannya, tapi dalam terkejutnya, mereka berdua sebenarnya sudah mendengar perkataan Dong Soo, tapi tidak mengikuti perintahnya! ahahahah …. Pangeran memberitahu para pengawalnya untuk hanya sedikit menakut-nakuti Dong Soo, ketika Un dan Cho Rip akhirnya menampakkan diri mereka. Un, Dong Soo, dan Cho Rip bertarung dengan para pengawal, sampai Pangeran menyuruh mereka semua untuk berhenti.
Un dapat memandang Pangeran Mahkota lebih baik dan melihat pedangnya. Dia mendadak menyadari kalau ini mungkin benar-benar adalah sang Pangeran. Ketika ia bertanya apakah mereka dari Istana, para pengawal bertanya siapa Un. Un tiba-tiba memasukkan kembali pedangnya dan berlutut, mengejutkan Dong Soo dan Cho Rip, terutama karena Un menyebut Pangeran dengan gelarnya. Cho Rip segera saja mengikuti tindakan Un, tapi Dong Soo masih bertanya apa yang sedang terjadi sampai kemudian ia sadar bahwa para pengawal memberinya pandangan iba karena lamban untuk menyadarinya. Dia kemudian mengingat pernah melihat Pangeran Mahkota di Istana sekali atau dua kali, dan menyadari kalau ini adalah orang yang sama, kemudian dengan perlahan jatuh berlutut dengan beberapa kali bertanya apa sebenarnya yang terjadi, mengapa bisa Pangeran ada di tempat ini? Un masih berlutut, dengan diam-diam merenungkan sikap dari Pangeran ini dan bagaimana ia memperlakukan mereka.
Satu dari pengawal akhrinya memberitahu Dong Soo kalau dia telah diberitahu itu adalah Pangeran, jadi berlututlah. Dong Soo kemudian segera menjatuhkan dirinya untuk berlutut, dan mulai memohon ampun. Pangeran memberitahunya bahwa dia kelihatannya berakal sehat dan menyengir pada Dong Soo yang masih saja terus memohon ampun. Un, di lain pihak, pelan-pelan mulai meraih pedangnya, ketika percakapan menyinggung masalah bahwa mereka telah melakukan tindakan penyerangan yang bisa dihukum negara, tapi kemudian mengurungkan niatnya ketika mendengar Dong Soo terus saja memohon pengampunan.
Pangeran akhirnya menghentikan Dong Soo dan bertanya namanya. Ketika Dong Soo memberitahunya, Pangeran tampak tertegun. Kemudian ia menyadari siapa yang lainnya, dan membuat ketiga pemuda itu menjadi terkejut saat ia menyebutkan nama mereka satu-persatu dan mengatakan pada mereka bahwa ia sangat senang melihat betapa mereka bertiga telah bertumbuh dengan baik. Mereka bertiga membungkuk hormat pada Ji Sun kemudian meninggalkan kuil, dengan Un berbalik untuk memandang lagi dan kemudian membungkuk hormat dan pergi.
Mereka pulang ke rumah, dan keduanya, Dong Soo dan Un segera saja mulai mabuk-mabukan, menyadari bahwa Ji Sun tidak akan bisa mereka raih, karena Ji Sun entah bagaimana terkait dengan Pangeran. Saat mereka tertidur di luar ruangan, Un tiba-tiba melompat bangun, dengan pisau terhunus, menemukan kalau Gwang Taek sedang berdiri di samping mereka. Gwang Taek dengan tenang berujar kalau Un sudah bersiap untuk membunuh. Un memasukkan kembali pisaunya dan menawarinya minuman. Gwang Taek menerimanya dan duduk dengan Un.
Dia memberitahu Un bahwa Dong Soo dan Un sudah seperti anaknya sendiri, karena ayah mereka berdua adalah saudara-saudara sumpah darahnya. Un bertanya-tanya pada dirinya sendiri bagaimana Gwang Taek bisa membunuh ayahnya, ketika ia berbicara dengan dirinya seperti ini. Un melihat pedang Gwang Taek dan berpikir kalau ia sungguh dekat dengannya sehingga ia bisa dengan mudah membunuh Gwang Taek sekarang. Gwang Taek memberitahu Un bahwa meskipun ayah Un tidak meminta pada dirinya, tapi ia merasa kalau Un diserahkan dalam tanggungjawabnya. Ini benar-benar membuat Un bingung, yang kemudian pergi berkata kalau ia perlu pergi sebentar ke suatu tempat.
Jin Ki masuk ke kamar Jin Ju untuk memastikan kalau anaknya itu tidak keluar untuk mencuri. Dia melihat kantung Jin Ju yang penuh dengan barang-barang rampasan dari utusan Qing, yang mana Jin Ki yang mendengar lebih dahulu kabar mengenai pencurian itu karena ia melarang anaknya keluar. Dia melihat barang-barang itu dan ketika ia menemukan gulungan berwarna emas, ia tahu kalau ini akan menjadi masalah setelah melihat gulungan tersebut.
Pada saat yang bersamaan, sang utusan baru saja menyadari kalau ia kehilangan gulungan itu dan segera pergi berlari menemui Tuan Hong untuk memberitahunya bahwa gulungan itu hilang dan ini sangat buruk, buruk sekali. Tuan Hong bertanya pada sang utusan apa sebenarnya gulungan itu. Yup .. itu memang buruk … bahkan sangat .. sangat .. sangat buruk sekali. Ternyata itu dari Kaisar, yang tidak mempercayai faksi Noron, dan tidak percaya kalau mereka dapat memerintah Joseon nantinya. Jadi, pada dasarnya, ini adalah sebuah dokumen yang untuk faksi Noron tidak hanya melenceng dari rencana busuk mereka, tapi menginformasikan yang membacanya bahwa Qing menyadari akan hal itu. Jadi jika gulungan ini jatuh ke tangan Raja atau Pangeran Mahkota, maka para pimpinan faksi Noron akan jatuh, dan Qing akan, pada akhirnya, akan berada dalam masalah diplomatis yang besar.
Tuan Hong memberitahu sang utusan bahwa dia akan menjamin kalau Noron sangat setia pada Qing. Sang utusan menjawab kalau Kaisar tidak dapat meramalkan bagaimana nantinya sikap Pangeran Mahkota setelah dapat menjadi Raja (dengan beranggapan karena ketidaksukaannya pada faksi Noron dan Qong sudah dikenal luas, dan sebagai akibatnya Qing mengharapkan faksi Noron untuk memastikan Pangeran Mahkota tidak bisa menjadi Raja). Tuan Hong bersumpah akan menemukan gulungan ini sebelum semuanya menjadi kacau.
Tempat di mana Un pergi ternyata adalah markas Hoksa Chorong. Ia bermaksud untuk menemui Chun, yang ternyata saat itu sedang bersama dengan Ji duduk di luar. Un bertanya pada Chun siapa yang telah membunuh ayahnya, karena ia berpikir orang itu bukanlah Pangeran Mahkota maupun Gwang Taek. Chun bertanya mengapa ia pikir kalau pelakunya bukan mereka. Un menjawab kalau dari tindakan dan sikap mereka kelihatannya bukan mereka pelakunya. Chun bertanya, jika dirinya sendiri mungkin saja adalah pelakunya. Un menyahut kalau itu bukanlah yang ia maksudkan. Chun mengulangi itu dan menyuruhnya merenungkan pertanyaannya. Chun bertanya kalau memang Un tahu, apa perbedaannya. Un meminta Chun untuk memberitahunya, dengan nada memohon.
Chun kemudian memberitahu Un bahwa yang membunuh ayahnya adalah Un sendiri. Seperti yang telah diduga, beritaa ini membuat Un terhenyak, ketika ia tiba-tiba mengingat ucapan ayahnya bahwa dirinya seharusnya menjadi yang pertama dan terakhir yang dibunuh oleh Un. Un menghunus pedangnya (yang dibuat dari tombak ayahnya), mengarahkannya pada dirinya sendiri.
Chun mengatakan bahwa membunuh diri tidaklah membuat perbedaan atau mengubah segala sesuatunya. Un menyahut kalau mengetahui pelaku yang sebenarnya membuat perbedaan besar bagi dirinya. Chun menyahut dengan sedikit menyindir, Un melakukan ini karena dia tidak mau menjadi seorang pembunuh gelap, dan itulah alasan mengapa memorinya hilang. Chun bangkit berdiri dan menggunakan pedangnya untuk melemparkan pedang Un. Un bertanya apakah ia tidak diijinkan untuk memilih kematiannya sendiri.
Chun memberitahunya, tidak, dia tidak akan dapat membunuh dirinya sendiri, inilah cara seorang pembunuh gelap hidup. Chun mengatakan kalau dirinya pernah bertanya pada Un, apakah perbedaan antara seorang pembunuh gelap dan seorang petarung. Chun memberitahunya bahwa walaupun dirinya tidak tahu perbedaannya, tapi dia tahu bagaimana seorang pembunuh gelap hidup, dan itu penuh dengan penderitaan.
Un bangun dan mengatakan kalau ia mengerti dan meminta maaf, menundukkan kepalanya. Chun mengangkat kepala Un dan memberitahunya bahwa walaupun ia menundukkan kepalanya, ia seharusnya tidak pernah melepaskan perhatiannya sedetikpun. Chun memandang Un di matanya dan mengatakan kalau tatapan pembunuhnya telah kembali.
Tuan Hong tidak menemukan apapun dalam penyelidikannya untuk mencari pencuri yang sebenarnya, tapi dilaporkan padanya bahwa Hwang Jin Ki terlihat di dekat tempat kejadian. Tuan Hong menyebut Hwang Jin Ki sebagai seorang pengkhianat, dan dia kemudian menghubungi Chun. Tapi ternyata yang datang adalah Ji, mengatakan itu bukanlah sesuatu yang perlu diurus oleh Chun sendiri. Tuan Hong setuju, dan bertanya jika Ji dapat menemukan Jin Ki, yang dilaporkan berkemampuan tinggi dan sulit untuk dilacak.
Dia menawarkan hadiah bagi Ji sebagai imbalan untuk dikembalikannya gulungan dan bahkan lebih lagi jika dapat membunuh Jin Ki. Ji menjawab kalau dia akan melakukannya jika Tuan Hong membiarkannya bertindak sesuka hatinya dan tidak ikut campur dengan urusannya. Tuan Hong setuju, tapi juga mengirimkan pesan pada Chun bahwa Ji akan mengurus masalah ini sendiri, yang membuat Chun bingung.
Jin Ki, sementara itu, sedang membaca gulungan itu dan terlihat sangat cemas. Sebuah pesan sampai melalui pisau yang dilemparkan. Dia menghunus pedangnya kemudian mematahkan pedangnya itu, dan segera pergi untuk menemui Ji. Dia memberi pedang patahnya dan diberitahu oleh Ji untuk menghancurkan gulungan itu. Dia memberitahu Ji kalau gulungan itu ada hubungannya dengan keselamatan dari Pangeran Mahkota, tapi Ji memotong perkatannya dan mengatakan kalau perintahnya ini ada kaitannya dengan keselamatan dari Jin Ki dan putrinya. Jin Ki memberitahu kalau ia mengerti dan diberitahu oleh Ji, kalau mulai sekarang, Jin Ki adalah orang yang sudah mati, dia tidak bisa tetap hidup. Jin Ki menundukkan kepalanya memberi hormat, dan ketika Ji akan beranjak pergi, Ji bertanya pada Jin Ki nama dari anak gadisnya. Jin Ki memberitahu kalau namanya adalah Jin Ju. Ketika Ji sudah pergi menjauh, Chun dengan diam mengawasi dan mendengarkan semuanya.
Hari berikutnya, ketiga pemuda itu menemukan Gwang Taek sedang bermeditasi. Sa Mo memukul Dong Soo dengan keras dan memberitahunya untuk memberikan salam pada Gwang Taek dengan layak. Sa Mo memberitahu Gwang Taek bahwa mereka tidak mendengarkan perkataannya karena mereka sudah tumbuh besar, jadi sekarang adalah waktu bagi Gwang Taek untuk menjadi guru mereka. Dong Soo mulai mengomel mengenai mengapa ia tidak mendengarkan Sa Mo, ketika Gwang Taek mencoba untuk memukulnya dengan sebuah pedang kayu. Dong Soo terkejut sendiri ketika ia berhasil menangkap pedang itu dengan tangannya. Dong Soo dan Gwang Taek kemudian berlatih tanding, dan hasilnya ia tidak kena pukul dengan parah. Gwang Taek memberitahu Sa Mo kalau Dong Soo berusaha dengan sangat baik.
Komandan Im membawa para pemuda itu ke tempat latihan, mengatakan pada mereka untuk memperhatikan sikap mereka, menunggu dan ia akan kembali segera. Ketika para pemuda itu menyaksikan latihan keras yang dilakukan oleh para prajurit, Dong Soo mulai berkomentar mengenai kurangnya keahlian dari prajurit magang itu.
Beberapa di antara mereka: Hong Sa Hae, anak Tuan Hong, dan bertanggungjawab atas skuad itu; dan Hong Myeong Ju, sepupu dari Tuan Hong.
Saat Cho Rip berkomentar kalau Dong Soo baru saja datang tapi telah berhasil membuat masalah, para prajurit magang lainnya merasa tersinggung. Myeong Ju segera mengarahkan pedang kayunya pada Dong Soo dan bertanya, “Kau ingin mati?” dan begitulah, Dong Soo melawan Myeong Ju, dan saat Myeong Ju kalah, ia melawan 3 orang lagi dari prajurit magang. Ini membuat Sa Hae maju, dan karena Un memutuskan untuk bergabung dalam pertarungan itu, mereka akhirnya bertarung semua, dengan ketiga pemuda itu berhasil mengacaukan seluruh skuad itu.
Tak berapa lama kemudian mereka bertiga diperkenalkan sebagai rekan-rekan baru dari skuad prajurit magang tadi …
No comments:
Post a Comment